Networkpedia.id – Fenomena penggunaan “sound horeg” dalam berbagai acara karnaval di Kabupaten Trenggalek mulai menuai keluhan masyarakat.
Suara yang memekakkan telinga dan melampaui batas wajar ini dinilai tidak hanya mengganggu ketenangan, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak serius bagi kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB) Trenggalek, dr. Sunarto, menegaskan bahwa kebisingan dengan intensitas tinggi seperti sound horeg harus diwaspadai. Menurutnya, suara sound horeg rata-rata berada pada kisaran 135 hingga 139 desibel (dB), bahkan lebih tinggi dari suara sirene ambulans atau pesawat yang hendak lepas landas.
“Kadang kebisingan tidak bisa kita hindari. Namun ketika melampaui ambang batas yang ditentukan, maka harus diwaspadai karena dapat merugikan kesehatan,” ujar Sunarto
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011, tingkat kebisingan 85 dB hanya boleh dipaparkan maksimal selama 8 jam.
Jika mencapai 94 dB, durasi aman hanya 1 jam, sedangkan kebisingan 115 dB hanya aman selama 58 detik. Paparan suara di atas 130 dB bahkan bisa memicu kerusakan pendengaran permanen atau kematian dalam waktu kurang dari 1 detik.
Sunarto menjelaskan, paparan suara ekstrem seperti sound horeg dapat memicu gangguan pada sistem saraf, meningkatkan tekanan darah, memicu sakit kepala, mual, gangguan tidur, hingga stres. Dalam jangka panjang, risiko penyakit psikosomatik juga meningkat.
“Bising bernada tinggi juga mengganggu komunikasi dan keseimbangan tubuh, bahkan bisa membahayakan karena isyarat atau tanda bahaya tidak terdengar,” imbuhnya.
Untuk mencegah dampak negatif, Sunarto menyarankan masyarakat menggunakan alat pelindung telinga jika berada di dekat sumber bising, memilih hunian jauh dari sumber suara keras, serta memasang isolasi suara di rumah.
Selain itu, ia juga mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam menggunakan perangkat audio, tidak sering membunyikan klakson, dan bersama-sama mengedukasi lingkungan sekitar mengenai bahaya kebisingan.
“Kadang kita tidak bisa memilih lingkungan, tapi kita bisa menyiasati agar tetap sehat,” pungkasnya.